Jumat, 13 November 2015

PA Subwoofer


Rangkaian


http://skemaku.com/wp-content/uploads/2015/04/rangkaian-amplifier-subwoofer-LM3886.jpg


Komponen
Jumlah Komponen
Harga
Total
R1,R2 :100k
2
500/pcs
1000
R3,,R4,R8:47K
3
500/pcs
1500
R5,R6 :10K
2
500/pcs
1000
R7,R11 :1K
2
500/pcs
1000
R9 :20K
1
500/pcs
500
R10,R13 :30K
2
500/pcs
1000
R12 :2.7K
1
250/pcs
250




C1,C4 :0,047p
2
250/pcs
500
C2 :0,01p
1
250/pcs
250
C3 :4700p
1
500/pcs
500
C5 :2,2p
1
250/pcs
250
C6 :47p
1
250/pcs
500
C7 :10n
1
250/pcs
250
C8 :10n
1
250/pcs
250
C9 :0,1p
1
250/pcs
250
C10,C11 :100uf/25V
2
350/pcs
700
C12 :47uf/25V
2
250/pcs
500




IC1,IC2 :NE5532
2
5500/pcs
11000
IC3 :LM3886
  1
7500/pcs
7500




POWER SUPPLY



TRAFO 22V X2
1
128.000
128000
DIODE 200V/6A
4
750/pcs
3000
CAPASITOR 22000
2
25000/pcs
50000
CAPASITOR 0,1
2
250/pcs
500
LM 7815
1
3000/pcs
3000
LM 7915
1
3000/pcs
3000
AWG 18 2m
2m
4000/m
8000
XLR KONEKTOR
1
7500/pcs
7500
SWITCH
1
5000/pcs
5000
FUSE 6A
1
1500/pcs
1500
                                                                                                         Total seluruh Rp: 237.700

Rangkaian PA subwoofer ini LM3886. Input sinyal audio L & R dipadukan untuk memperoleh sinyal super bas (subwoofer) chanel sinyal audio stereo. sinyal stereo itu lalu diproses maupun di filter memakai filter aktif low pass untuk memperoleh sinyal audio suara super bass (subwoofer) .Skema rangkaian filter aktif low pass di skema rangkaian audio amplifer Subwoofer LM3886 tersebut di bangun memakai skema rangkaian penguat oprasional (Op-amp) IC NE5332.

Selasa, 20 Oktober 2015

Rate of Return



        Rate of return adalah tingkat pengembalian atau tingkat bunga yang diterima investor atas investasi yang tidak di amortisasikan untuk menghitung tingkat pengembalian atas investasi. kita harus mengkonversi berbagai konsekuensi dari investasi ke dalam cash flow. maka kita akan memecahkan cash flow untuk nilai yang tidak diketahui tersebut. yang tingkat pengembalian dalam lima bentuk persamaan cash flow yaitu:

1. PW of benefits - PW of cost = 0
2. PW of benefits/PW of cost = 1
3. Net Present Worth =0
4. EUAB - EUAC =0
5. PW of Cost = PW of benefits

Pengertian rate of return dapat dilihat dari 2 sisi.

-   Dari pihak investor, tinggi rendahnya tingkat laba yang disyaratkan merupakan pencerminan oleh tingkat resiko aktiva yang dimiliki dan struktur modal serta faktor lain seperti manajemen.

-     Sedangkan di pihak perusahaan, tingkat laba yang diminta. Merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal dari pemegang saham secara umum bahwa resiko perusahaan yang tinggi berakibat bahwa tingkat keuntungan yang diminta oleh investor juga tinggi dan biaya modal / juga tinggi.

Tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang diminta dipengaruhi oleh tingkat keuntungan bebas resiko (risk free rate) (Rf) dan risk premium untuk mengkompensasikan resiko yang melekat pada surat berharga itu. Rp = Rf + risk premium.

EXPECTED RATE OF RETURN

Rp = tingkat keuntungan yang diminta

Rp dipengaruhi oleh 2 faktor:

1. Tingkat inflasi yang diharapkan
2. Demand dan suppy dana

           Dua faktor tersebut sangat mempengaruhi return pada surat berharga bebas resiko dan Required rate of return bagi semua surat berharga juga akan dipengaruhi oleh risk free. Bagi surat berharga yang spesifik terdapat 4 komponen resiko yang menentukan risk premium:

1. Bussiness risk ditentukan oleh variabilitas laba sebelum bunga dan pajak (EBIT)
2. Financial risk, ditunjukkan variabilitas laba per lembar (EPS)
3. Marketability risk, menunjukkan kemampuan investasi untuk membeli dan menjual surat                     berharga perusahan,
4. Interest rate risk, menunjukkan variabilitas tingkat keutungan atas surat berharga

Metodologi Perhitungan Required Rate of Return

          Required rate of return (RRR) didefinisikan sebagai imbal hasil minimum yang dituntut oleh investor dari suatu proyek investasi yang sesuai dengan risiko yang harus ditanggung bila investor melaksanakan investasi tersebut. RRR berperan sebagai MARR dalam analisis IRR atau hurdle rate dalam analisis NPV. Dalam tulisan ini, kuantum RRR adalah suku bunga tanpa risiko (risk-free interest rate atau rf) ditambah dengan premium risiko atau:
(Required rate of return = suku bunga tanpa risiko + premium risiko)
Menggunakan perspektif TRA, premium sebagai kom-pensasi harus disediakan baik untuk risiko sistematis maupun nonsistematis, atau

                                                             
                                                                                dengan:
 -  ptot = premium total risiko
 -  psys = premium risiko sistematis
 -  pnon-sys = premium risiko non-sistematis


        Premium untuk risiko sistematis dihitung menggunakan CAPM, sementara premium risiko non-sistematis meng-gunakan CEM. Untuk menghindari terjadinya penghi-tungan berganda (double counting) atas premium risiko, risiko-risiko yang bertanggung jawab terhadap ketidakpastian arus kas saat menggunakan CEM adalah risiko-risiko yang sifatnya spesifik proyek dan tidak lagi memperhitungkan risiko sistematis yang sudah terwakili melalui CAPM.

1Capital Asset Pricing Model.

           Menurut CAPM, imbal hasil ekspektasi merupakan fungsi dari beta yaitu suatu ukuran yang merefleksikan sensitivitas pengembalian suatu aset terhadap volatilitas pasar. Sebagaimana diketahui, CAPM hanya meng-kompensasi risiko sistematis dan tidak risiko non-sistematis. Untuk menghemat ruang penulisan, dasar teori tentang CAPM tidak diberikan di sini dan pembaca dapat mengacu ke buku-buku teks standar keuangan (e.g., Brealey and Myers, 2000; Levy dan Sarnat, 1994).

Risiko dalam CAPM dinyatakan dalam ukuran yang disebut beta yang merefleksikan sensitivitas pengem-balian suatu aset terhadap volatilitas pasar:



Dengan cov (r, rm) = kovarian antara imbal hasil asset dan hasil pasar (market return),

= varian imbal hasil pasar. Semakin tinggi imbal hasil aset tersebut berkorelasi


dengan pasar, semakin tinggi pula beta dan risikonya. Bila beta dihitung dari suatu aset yang sebagian didanai dengan utang (leveraged), beta terse-but perlu ditransformasikan kembali (unlever) untuk menghilangkan efek dari keputusan finansial untuk mendapatkan apa yang disebut unlevered beta melalui rumus (Brealey and Myers, 2000):


                                                                dengan:
       -       bu = unlevered beta
       -       b = levered beta
       -       T = tingkat pajak
       -       D/E = rasio utang-ekuitas

Selanjutnya, unlevered beta menentukan premium untuk risiko sistematis yaitu:


                                                               dengan:
                  -       psys = premium untuk risiko sistematis
                  -       MRP=premium risiko pasar
 
   
2. Certainty Equivalent Method.

NPV untuk proyek di bawah ketidakpastian dapat dirumuskan secara sederhana sebagai:

dengan:
       -       Ci  = arus kas pada periode ke-i

   

     Notasi (~) diatas suatu variabel menandakan bahwa variabel yang bersangkutan adalah variabel stokastik. Penggunaan suku bunga tanpa risiko dalam persamaan dilatarbelakangi oleh alasan bahwa risiko diperhitungkan secara langsung dalam analisis yaitu dengan mengasumsikan NPV sebagai variabel stokastik yang bergerak mengikuti ketidakpastian arus kas. Bila digunakan tingkat diskonto yang sudah disesuaikan terhadap risiko (risk-adjusted discount rate) untuk arus kas yang berisiko, terjadi apa yang disebut oleh Brealey dan Myers (2000) sebagai pre-judging risk. Karena alasan inilah tingkat diskonto yang paling pas dalam kondisi ini adalah suku bunga tanpa risiko. NPV yang stokastik dapat ditransformasikan menjadi NPV yang deterministik dengan terlebih dahulu menghitung certainty equivalent (CE)


3. Cumulative Prospect Theory.

            Investor pada prinsipnya adalah seorang individu yang takut terhadap risiko (Reilly and Brown, 2003) semen-tara individu yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengambil risiko (risk-taker) biasanya meru-pakan individu yang ceroboh (Ang and Tang, 1984). Teorema utilitas kerap digunakan sebagai alat pengam-bil keputusan untuk mengevaluasi proyek di bawah ketidakpastian (e.g., Byrne, 1996; Flanagan and Norman, 1993; Hertz dan Thomas, 1983).

Namun eksperimen menunjukkan bahwa individu kerap memperlihatkan perilaku yang justru melanggar aksioma-aksioma teorema utilitas yang mendorong munculnya prospect theory (PT) sebagai alternatif dari teorema utilitas (Kahneman and Tversky, 1979).

Bila teorema utilitas mentransformasikan monetary outcome ke dalam utilitas, PT merefleksikannya ke dalam nilai (value) yang berbeda fungsinya untuk kerugian (losses) dan keuntungan (gain) yang juga ti-dak linear. Namun berbeda dengan teorema utilitas, probabilitas dalam PT ditransformasikan ke dalam bobot putusan. Kedua transformasi ini dilakukan karena, berdasarkan eksperimen Kahneman and Tver-sky (1978), individu lebih cenderung bersifat risk taker saat ia berhadapan dengan pilihan losses dan risk averse saat dengan pilihan gains dan bereaksi berlebihan untuk kenaikan nilai probabilitas yang kecil pada nilai-nilai ekstrem.

Mengadopsi CPT,
 dengan:
       -       CPTvalue = total rata-rata tertimbang CPT value
       -       NPVi = NPV pada persentil ke-i
       -       NPVj = NPV

pada persentil ke-j sehingga hubungan bahwa:



NPVi, NPVj untuk i<j dalam konteks CPT dapat selalu dipenuhi. Dalam banyak kasus, menghitung nilai persentil ke-i merupakan hal yang sulit karena ketidakpastian arus kas disebabkan banyak faktor risiko yang memiliki karakteristik masing-masing. Oleh karena itu, aplikasi simulasi Monte Carlo tentunya akan sangat membantu dalam perhitungan selama fungsi kerapatan probabilitas berikut dengan parameternya dari komponen arus kas diketahui. Selanjutnya, menggunakan inversi persamaan sampai  CE dari NPV dapat dihitung sebagai:


dengan CE(NPV) = CE dari NP.
Sementara itu berdasarkan perhitungan NPV konvensional:
dengan E(Ci) = ekspektasi arus kas pada periode ke-i yang diperoleh dari rencana bisnis,
r = risk-adjusted discount rate.

dengan IRR*= total rate of return sebagai premium risiko non-sistematis. Selanjutnya,


Premium risiko non- sistematis dalam persamaan ditambahkan dengan premium risiko sistematis menen-tukan RRR.





Daftar pustaka:

- e-learning BIAYA MODAL (COSTOF CAPITAL) “Agus Zainul Arifin”
- Engineering Economic Analysis "Donald G.Newman"
- http://mazterchez.blogspot.co.id/2009/12/rate-of-return.html
- Jurnal Teknik SIpil – Metodologi perhitungan rate of return berdasarkan Cummulative                       Prospect   Theory “Andreas Wibowo"

Jumat, 08 Mei 2015

Etika

Etika Bisnis Islam

1.     Pendahuluan.
Dalam menjalankan aktivitas berbisnis, Perusahaan – perusahaan sangat gencar dalam melakuka promosi untuk produknya. Hampir setiap hari kita terpapar dengan ngencarnya promosi – promosi melalui iklan . Iklan dapat dilihat dimana sajja,. Dengan banyka nya iklan yang menyebar disegala bentuk media promosi, maka semakin sering kita melihat informasi dari iklan terseebut. Namun kita perlu cermati pula informasi yang kita lihat dan kita terima sudag disesuaikan dengan etika bisnis yang ada.
Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor turut memperngaruhi dan menentukan kegiatan bisnibb . antara lain faktor organisatoris manajerial, ilmiah teknologis, dan politik social kultural, Kompleksitas bisnis itu kegiatan social, bisnis dengann kompleksitas masyarakat modern sekarang. Sebagai kegiatan social bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleks masyarakat modern itu. Semua faktor yang membentuk kompleksitas bisnis modern sudah sering dipelajari dan dianalisis melalui pendekatan ilmiah, khususnya ilmu ekonomi dan teori manajemen (K. Bertens:2000)
Informasi melalui iklan yang kita temui tiap harinya, ada yang memenuhi nilai-nilai etika, ada pula yang tidak. Kita sebagai calon konsumen harus kritis terhadap materi iklan yang di tampilkan. Materi iklan yang baik adalah materi yang dengan mudah dikenali dan secara tidak langsung tersimpan dalam alam bawah sadar kita mengenai produk yang diiklankan tersebut. Berbagai proses kreatif ditampilkan dalam menyajikan iklan di tiap media. Namun apakah semua sudah sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia.

2.     Rumusan masalah ?
2.1  Etika bisnis ?
2.2  Etika bisnis dalam islam ?
2.3  Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariah ?
2.4  Etika Pemasaran ?

3.     Etika Bisnis.

Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau
justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah
pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan
khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi
etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas. Terdapat tiga bidang dengan
fungsi dan perwujudannya yaitu etika deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini
secara normatif menjelaskan pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk
mengetahui motivasi, kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia.
Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha menjelaskan mengapa manusia
bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip dari kehidupan
manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah dan
bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai untuk
membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika mempertanyakan makna yang
dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat
tanggapan-tanggapan kesusilaan (Bambang Rudito dan Melia Famiola: 2007)
Apa yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan
keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari
atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau
moral. Karenanya kita berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat
mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong oraganisasi ke
arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat etika perusahaan
secara umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah
laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat keputusan? (Laura Pincus
hartman:1998)
Alasan mengejar keuntungan, atau lebih tepat, keuntungan adalah hal pokok bagi
kelangsungan bisnis merupakan alasan utama bagi setiap perusahaan untuk berprilaku
tidak etis. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk, bahkan secara
moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama, secara moral
keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan (survive) dalam kegiatan bisnisnya.
Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia
menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang
produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Ketiga, keuntungan tidak hanya
memungkinkan perusahaan survive melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah
tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan
(expansi) perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru.
Dalam mitos bisnis amoral diatas sering dibayangkan bisnis sebagai sebuah medan
pertempuran. Terjun ke dunia bisnis berarti siap untuk betempur habis-habisan dengan
sasaran akhir yakni meraih keuntungan, bahkan keuntungan sebesar-besarnya secara
konstan. Ini lebih berlaku lagi dalam bisnis global yang mengandalkan persaingan ketat.
Pertanyaan yang harus dijawab adalah, apakah tujuan keuntungan yang dipertaruhkan
dalam bisnis itu bertentangan dengan etika? Atau sebaliknya apakah etika bertentangan
dengan tujuan bisnis mencari keuntungan? Masih relevankah kita bicara mengenai etika
bagi bisnis yang memiliki sasaran akhir memperoleh keuntungan?
Dalam mitos bisnis modern para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang
profesional di bidangnya. Mereka memiliki keterampilan dan keahlian bisnis melebihi orang
kebanyakan, ia harus mampu untuk memperlihatkan kinerja yang berada diatas rata-rata
kinerja pelaku bisnis amatir. Yang menarik kinerja ini tidak hanya menyangkut aspek
bisnis, manajerial, dan organisasi teknis semata melainkan juga menyangkut aspek etis.
Kinerja yang menjadi prasarat keberhasilan bisnis juga menyangkut komitmen moral,
integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, sikap mengutamakan
mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan
(stakeholders), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam
sebuah perusahaan. Perilaku Rasulullah SAW yang jujur transparan dan pemurah dalam
melakukan praktik bisnis merupakan kunci keberhasilannya mengelola bisnis Khodijah ra,
merupakan contoh kongkrit tentang moral dan etika dalam bisnis.
Dalam teori Kontrak Sosial membagi tiga aktivitas bisnis yang terintegrasi. Pertama adalah
Hypernorms yang berlaku secara universal yakni ; kebebasan pribadi, keamanan fisik &
kesejahteraan, partisipasi politik, persetujuan yang diinformasikan, kepemilikan atas harta,
hak-hak untuk penghidupan, martabat yang sama atas masing-masing orang/manusia.
Kedua, Kontrak Sosial Makro, landasan dasar global adalah; ruang kosong untuk muatan
moral, persetujuan cuma-cuma dan hak-hak untuk diberi jalan keluar, kompatibel dengan
hypernorms, prioritas terhadap aturan main. Ketiga, Kontrak Sosial Mikro, sebagai
landasan dasar komunitas; tidak berdusta dalam melakukan negosiasi-negosiasi,
menghormati semua kontrak, memberi kesempatan dalam merekrut pegawai bagi
penduduk lokal, memberi preferensi kontrak para penyalur lokal, menyediakan tempat
kerja yang aman (David J. Frizsche: 1997)
Dalam semua hubungan, kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan diciptakan dari
kejujuran. Kejujuran adalah satu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk dicapai
didalam bisnis, keluarga, atau dimanapun gelanggang tempat orang-orang berminat untuk
melakukan persaingan dengan pihak-pihak lain. Selagi kita muda kita diajarkan, di dalam
tiap-tiap kasus ada kebajikan atau hikmah yang terbaik. Kebanyakan dari kita didalam
bisnis mempunyai satu misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita mengarahkan energi
dan sumber daya kita ke arah tujuan keberhasilan misi kita yang kita kembangkan
sepanjang perjanjian-perjanjian. Para pemberi kerja tergantung pada karyawan, para
pelanggan tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada
setiap pelaku atau para pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan
berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu kita menemukan bahwa bisnis yang
berhasil dalam masa yang panjang akan cenderung untuk membangun semua hubungan
atas mutu, kejujuran dan kepercayaan (Richard Lancaster dalam David Stewart: 1996)

4.     Etika Bisnis Islami.

Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980
an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan
agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika
Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak
kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali. Ketika sebagian
besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang
menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya.
Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap
perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang,
dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al
Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang
mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan
dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat
strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat
pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di
dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru
mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai
tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi
diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak.
Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis
Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya,
dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak
mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis
yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran
(QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha
senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena
sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan
mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam
menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya
dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur
yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat
dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak
ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada
agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah
(tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada”
(Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka
kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan,
mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal ”Allah mengasihi
orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits).
Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal
apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman,
penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu
pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan
orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga
perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia
khianat” (Hadits).

5. Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariah.

1. Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang muslim harus
komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang
pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang
diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu
melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak
halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau
semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic cafe
tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak,
suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al
Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
2. Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba
yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS:
Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis
yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar
kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk
dinikmati oleh orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi
adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 –
35). Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan
berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat
tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta
dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3. Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam
Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian
kamu dengan cara yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair
Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka
dia telah bersalah”, ”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang
yang melakukan monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh
penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai
cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk
memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar.
Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan
harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka
kelak di hari kiamat”.
4. Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat
menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan
percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran
ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda
”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”.
Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang
dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang
dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan
oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang
artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak
mengkonsumsinya.
b) Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan
di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor,
atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu.
c) Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun
produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya
dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang
menggunakan wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk
mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan
pembelian terhadap produk mereka.

Model promosi tersebut dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam
sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak
dapat dipisahkan dengan bagian yang lain. Demikian pula pada proses jual beli harus
dikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan
rezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan
derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islam secara
menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.

6.     Etika Pemasaran.

Dalam konteks etika pemasaran yang bernuansa Islami, dapat dicari pertimbangan dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan dua persyaratan dalam proses bisnis yakni persyaratan
horizontal (kemanusiaan) dan persyaratan vertikal (spritual). Surat Al-Baqarah
menyebutkan ”Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada yang diragukan didalamnya. Menjadi
petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”. Ayat ini dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam etika marketing:
1. Allah memberi jaminan terhadap kebenaran Al-Qur’an, sebagai reability product
guarantee.
2. Allah menjelaskan manfaat Al-Qur’an sebagai produk karyaNya, yakni menjadi hudan
(petunjuk).
3. Allah menjelaskan objek, sasaran, customer, sekaligus target penggunaan kitab suci
tersebut, yakni orang-orang yang bertakwa.

Isyarat diatas sangat relevan dipedomani dalam melakukan proses marketing, sebab
marketing merupakan bagian yang sangat penting dan menjadi mesin suatu perusahaan.
Mengambil petunjuk dari kalimat ”jaminan” yang dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an, maka
dalam rangka penjualan itupun kita harus dapat memberikan jaminan bagi produk yang
kita miliki. Jaminan tersebut mencakup dua aspek:
􀂷 Aspek material, yakni mutu bahan, mutu pengobatan, dan mutu penyajian.
􀂷 Aspek non material, mencakup; ke-Halalan, ke-Thaharahan (Higienis), dan ke-Islaman
    dalam penyajian.
Bahwa jaminan terhadap kebaikan makanan itu baru sebagian dari jaminan yang perlu
diberikan, disamping ke-Islaman sebagai proses pengolahan dan penyajian, serta
ke-Halalan, ke-Thaharahan. Jadi totalitas dari keseluruhan pekerjaan dan semua bidang
kerja yang ditangani di dalam dan di luar perusahaan merupakan integritas dari ”jaminan”.
Urutan kedua yang dijelaskan Allah adalah manfaat dari apa yang dipasarkan. Jika ini
dijadikan dasar dalam upaya marketing, maka yang perlu dilakukan adalah memberikan
penjelasan mengenai manfaat produk (ingridients) atau manfaat proses produksi
dijalankan. Adapun metode yang dapat digunakan petunjuk Allah: ”Beritahukanlah
kepadaku (berdasarkan pengetahuan) jika kamu memang orang-orang yang benar”.
(QS:Al-An’am;143). Ayat tersebut mengajarkan kepada kita bahwa untuk meyakinkan
seseorang terhadap kebaikan yang kita jelaskan haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan,
data dan fakta. Jadi dalam menjelaskan manfaat produk, nampaknya peranan data dan
fakta sangat penting, bahkan seringkali data dan fakta jauh lebih berpengaruh dibanding
penjelasan. Sebagaimana orang yang sedang dalam program diet sering kali
memperhatikan komposisi informasi gizi yang terkandung dalam kemasan makanan yang
akan dibelinya.
Ketiga adalah penjelasan mengenai sasaran atau customer dari produk yang kita miliki.
Dalam hal ini kita dapat menjelaskan bahwa makanan yang halal dan baik (halalan
thoyyiban), yang akan menjadi darah dan daging manusia, akan membuat kita menjadi taat
kepada Allah, sebab konsumsi yang dapat mengantarkan manusia kepada ketakwaan harus
memenuhi tiga unsur :
􀂷 Materi yang halal
􀂷 Proses pengolahan yang bersih (Higienis)
􀂷 Penyajian yang Islami
Dalam proses pemasaran promosi merupakan bagian penting, promosi adalah upaya
menawarkan barang dagangan kepada calon pembeli. Bagaimana seseorang sebaiknya
mempromosikan barang dagangannya? Selain sebagai Nabi Rasulullah memberikan teknik
sales promotion yang jitu kepada seorang pedagang. Dalam suatu kesempatan beliau
mendapati seseorang sedang menawarkan barang dagangannya. Dilihatnya ada yang
janggal pada diri orang tersebut. Beliau kemudian memberikan advis kepadanya :
Rasulullah lewat di depan sesorang yang sedang menawarkan baju dagangannya. Orang
tersebut jangkung sedang baju yang ditawarkan pendek. Kemudian Rasululllah berkata;
Duduklah! Sesungguhnya kamu menawarkan dengan duduk itu lebih mudah
mendatangkan rezeki.” (Hadits).
Dengan demikian promosi harus dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga menarik
minat calon pembeli. Faktor tempat dan cara penyajian serta teknik untuk menawarkan
produk dilakukan dengan cara yang menarik. Faktor tempat meliputi desain interior yang
serasi yang serasi, letak barang yang mudah dilihat, teratur, rapi dan sebagainya.
Memperhatikan hadits Rasulullah diatas sikap seorang penjual juga merupakan faktor yang
harus diperhatikan bagi keberhasilan penjualan. Selain faktor tempat, desain interior, letak
barang dan lain-lain.
Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam Islam posisi pebisnis pada dasarnya adalah
profesi yang terpuji dan mendapat posisi yang tinggi sepanjang ia mengikuti koridor
syari’ah. Muamalah dalam bentuk apapun diperbolehkan sepanjang ia tidak melanggar dalil
syar’i. Islam melarang seorang Muslim melakukan hal yang merugikan dan mengakibatkan
kerusakan bagi orang lain sebagaimana disebutkan dalam haditsnya. Rasululllah bersabda :
La dlaraara wala dliraara” (HR. Ibn Abbas).












Daftar Pustaka
Bambang Rudito & Melia Famiola, 2007. Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan di Indonesia.
Fritzche David J, 1997, Business Ethics, A Global and Managerial Perspective, McGraw
Hill Companies, Inc.
Hadhiri Choiruddin SP, 1993. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an, Gema Insani Press.
Hermant Laura Pincus, 1998. Perspective in Business Ethics, Irvin McGraw Hill
Tim Multitama Communication, 2006. Islamic Business Strategy for Entrepreneurship,
Zikrul Media Intelektual.
K. Bertens, 2000. Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius.
Muhammad Dawabah Asyraf, 2005. The Moslem Entrepreneur, Kiat Sukses Pengusaha
Muslim, Zikrul Media Intelektual.

Stewart David, 1966, Business Ethic, McGraw Hill Companies, Inc.