MASALAH
LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI
Jika
kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat
dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara
atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi
dengan sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara
hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar
dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya
dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup
yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap
“survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga
kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat
kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi
sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah
kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya.
Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari
permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya
inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini,
pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan
pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi
memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api,
industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu
menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain
yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek
“rumah kaca”.
Teknologi
yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu
meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk
yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang
sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi
juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan
berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es
dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti
nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses
tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer
yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di
stratosfer.
Teknologi
memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan
kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan
berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak
hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis
fauna yang langka.
Bahkan
akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi
oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen
informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet
yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik
pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi
sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh
negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh
menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
KERACUNAN
BAHAN ORGANIS PADA INDUSTRIALISASI.
Kemajuan
industri selain membawa dampak positif seperti meningkatnya pendapatan
masyarakat dan berkurangnya pemgangguran juga mempunyai dampak negatif yang
harus diperhatikan terutama menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan
sekitarnya dan para pekerja di industri.
Salah satu industri tersebut adalah industri bahan-bahan organik
yaitu metil alkohol, etil alkohol dan
diol.
Tenaga
kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting dari kegiatan industri,
disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga kerja harus dilindungi
dari bahaya-bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam kesehatannya.
Metil
alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan vernis dalam sintesa
bahan-bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan anti beku.
Pekerja-pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita keracunan
methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena menghirupnya,
meminumnya atau karena absorbsi kulit.
Keracunan akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan
penglihatan kabur, Keracunan sedang
dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan muntah, serta depresi
susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama sekali baik sementara
maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula gangguan pernafasan
yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran pupil dan
bahkan dapat mengalami kematian yang diseabkan kegagalan pernafasan. Keracunan
kronis biasanya terjadi oleh karena
menghirup metanol keparu-paru secara terus menerus yang gejala-gejala utamanya
adalah kabur penglihatan yang lambat laun mengakibat kan kebutaan secara permanen.
Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang kerja adalah 200 ppm atau 260 mg permeterkubik udara.
Etanol
atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan permulaan untuk
sintesa bahan-bahan lain. Dan untuk membuat minuman keras. Dalam
pekerjaan-pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis bisa terjadi oleh
karena meminumnya, atau kadang-kadang oleh karena menghirup udara yang
mengandung bahan tersebut, Gejala-gejala pokok dari suatu keracunan etanol
adalah depresi susunan saraf sentral.Untunglah di Indonesia minum minuman keras
banyak dihindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers” di industri-industri
tidak ditemukan, NAB diudara ruang kerja
adalah 1000 ppm atau 1900 mg permeter kubik.
Keracunan-keracunan
oleh persenyawaan-persenyawaan tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang
sangat jarang, oleh karena makin panjang rantai makin rendah daya racunnya.
Simptomatologi , pengobatan, dan pencegahannya hampir sama seperti untuk
etanol.
Seperti
halnya etanol , persenyawaan-persenyawaan yang tergolong diol mengakibatkan
depresi susunan saraf pusat dan kerusakan-kerusakan organ dalam seperti ginjal,
hati dan lain lain. Tanda terpenting
keracunan adalah anuria dan narcosis. Keracunan akut terjadi karena meminumnya,
sedangkan keracunan kronis disebabkan penghirupan udara yang mengandung bahan
tersebut. Pencegahan-pencegahan antara lain dengan memberikan tanda-tanda jelas kepada tempat-tempat penyimpanan bahan
tersebut.
Keracunan
toksikan tersebut diatas tidak akan
terjadi manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi Nilai Ambang Batas dan pemenuhan standart
dilakukan secara ketat.
MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI.
Kehidupan
masyarakat Desa Cangkringmalang telah mengalami perubahan semenjak adanya
lingkungan industri di desa ini. Adanya lingkungan industri di desa ini
menjadikan kehidupan masyarakatnya menjadi maju. Hal ini terlihat dari cara
bekerja masyarakat desa yang semula bekerja sebagai petani kini beralih pada
usaha bisnis dengan cara mendirikan berbagai macam sarana seperti pertokoan,
pasar swalayan, restoran, warung telekomunikasi, salon dan lainnya untuk
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Dengan adanya berbagai sarana yang ada
di desa ini membuat gaya hidup masyarakatnya menjadi berperilaku konsumtif dalam
memenuhi kenutuhan hidupnya akan barang dan jasa.
Rumusan
masalah dari penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah perilaku konsumtif
masyarakat Desa Cangkringmalang, 2). Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang. Tujuannya
adalah : 1) Untuk mengetahui perilaku konsumtif masyarakat Desa Cangkringmalang,
2) Untuk mengetahui faktor-faktor masyarakat Desa Cangkringmalang berperilaku
konsumtif.
Penelitian
ini menggunakan metode analisi model interaktif dengan tipe penelitian
deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat
Desa Cangkringmalang yang tinggal dekat dengan lingkungan industri.
PEMBANGUNAN
INDUSTRI, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN HIDUP.
Kawasan
di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan
Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang
tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur
tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada
kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang
JalanRaya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal
ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI
Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut
hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasan
industri
yang tidak mencemari lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan
Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga
kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang
tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala
sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam
industri yang jumlahnya antara 20-300 orang.
Tipologi
industri ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan
tersebar di sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo,
Cimanggis dan Sukmajaya).
Tujuan
dari penelitian ini yaitu:
(1)
untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang;
(2)
untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan
(3)
untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial ekonomi
masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian;
Adapun hipotesis kerja penelitian, adalah:
a.
pola persebaran industri sedang mengikuti pola tata ruang.
b.
terdapat hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosial ekonomi
masyarakat pekerja industry yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.
Pada
penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat),
prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan
hubungan antara variabel bebas (lingkungan social masyarakat pekerja pabrik)
dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode
statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for
windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel
lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas
permukiman) terhadap industri sedangnya. Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Lokasi industri skala sedang di wilayah penelitian, terdapat di wilayah
Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug,
Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, Cisalak, dan Sukamaju dengan pola
keruang/spasial persebaran industrinya di sepanjang Jalan Raya Bogor mengikuti
pola penataan ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kodya Jakarta Timur
dan Kota Depok. Berdasarkan hasil perhitungan analysis tetangga terdekat
(nearness neighborhood analysis), adalah sebagai berikut:
a.
pola keruangan persebaran industrinya yang mengelompok (cluster pattern) dengan
nilai indeks skala T (0- 0,7), terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar,
Cilangkap, dan Cisalak;
b.
pola keruangan persebaran industrinya yang tidak merata/acak (random pattern)
dengan nilai indeks skala T (0,7 – 1,4), terdapat di wilayah Kelurahan Tugu,
Mekarsari, Sukamaju Baru, dan Jatijajar;
c.
pola keruangan persebaran industrinya yang merata (dispersed pattern/uniform)
dengan nilai indeks skala T (1,4 – 2,1491), terdapat di wilayah Kelurahan
Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug dan Sukamaju.
2. Tenaga kerja lokal yang terserap pada
kegiatan industri berdasarkan pada tingkat pendidikan, adalah sebagai berikut:
tingkat pendidikan menengah (SLTP/Sederajat dan SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat
pendidikan rendah (SD/Sederajat) dan tinggi (D3 dan SI), tingkat pendidikan
sangat rendah atau tidak sekolah mempunyai jumlah yang relatif sedikit 2,81%
dari jumlah total respoden pekerja industry.
3. Hubungan antara industri sedang dengan
lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industrinya yang menetap di
wilayah penelitan, dirinci berdasarkan variabel tingkat pendidikan, pendapatan
(salary) dan kualitas permukiman, dengan kondisi :
a)
Wilayah Kelurahan Susukan, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Jatijajar,
Cilangkap, dan Cisalak mempunyai nilai total skoring pembobotan lebih dari sama
dengan 7, yang berarti bahwa pada wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan
variabel yang kuat dan positif antara tipologi lingkungan industry dengan
tipologi lingkungan sosial masyarakat pekerja industrinya.
b)
Pada wilayah kelurahan lainnya, seperti Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru,
dan Sukamaju memiliki nilai total skoring pembobotan kurang dari 7, yang
berarti bahwa wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan yang agak kuat dan
positif antara tipologi lingkungan industri dengan lingkungan social masyarakat
pekerja industrinya.
SARAN :
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius
oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus
mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri
harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan
teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur
ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna
menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran
hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau
kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang spesifik
(sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metode atau
teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya
REFRENSI
:
1.Tambunan M.P.. Hubungan Industri Dengan
Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap. http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=72691&lokasi=lokal
2.http://www.scribd.com/doc/17682785/makalah-pencemaran-lingkungan-hidup-Bidang-industri
3.
JauhariAhmad. 2010. Mewaspadai Toksisitas Bahan Beracun.
4. Ratni Naniek. Dampak Toksikan Bahan-Bahan
Organik Terhadap Kesehatan Kerja.
5.
Elly. 2006. Perilaku Konsumtif Masyarakat Desa Di Lingkungan Industri. http://student-research.umm.ac.id/index.php/department_of_sociology/article/view/7386